Friday, October 19, 2012

80. Kafe Buatan si Produsen Cokelat, Cadbury

cafe cadbury 80. Kafe Buatan si Produsen Cokelat, Cadbury
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan  100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Banyak sekali di antara kita yang mengenal merek Cadbury. Perusahaan ini memiliki berbagai produk consumer goods terutama di bisnis makanan dan minuman. Setiap produk memiliki tempat tersendiri di hati konsumen sebab banyak di antara kita yang mengenal merek ini dari kecil.

Sejak tahun 1990, Cadbury berusaha untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program pemasaran yang bertujuan untuk memperkuat brand image perusahaan terutama di negara Inggris. Cadbury berupaya untuk memilih tempat-tempat strategis seperti mall, taman hiburan, dan bandar udara untuk mengkomunikasikan nilai produk sekaligus meningkatkan channel distribusi produk. Perusahaan memutuskan untuk membuat tempat semacam kafe. Pilot projectnya sendiri dimulai pada tanggal 8 Oktober 2000 yang dibuat di suatu lokasi di Inggris yang sering dikunjungi wisatawan (daerah Bath dalam bangunan peninggalan jaman Gregorian pada abad 18). Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan seksama, mempertimbangkan merk baru sebagai pengalama premium bagi konsumen-konsumennya.

Kafe ini mengenalkan value yang hendak ditonjolkan perusahaan seperti merk premium, kualitas tinggi, pelayanan yang ramah, inovasi tinggi, kekayaan rasa produk, desain kontemporer dan suasana yang nyaman. Dengan pembuatan café ini, Cadbury berupaya agar dapat mengkomunikasikan values, image dan kekayaan Cadbury selain itu juga berupaya untuk merubah persepsi publik dengan mengasosiasikan merk perusahaan dengan image produk premium. Hal ini juga mendorong Cadbury untuk lebih independen dan tidak hanya bergantung pada channel retail tradisional. Ada pun tujuan utama yang tidak boleh dilupakan adalah peningkatan pendapatan. Percuma saja bila hal ini tidak mempengaruhi kinerja perusahaan.
Cadbury menetapkan tolak ukur kesuksesan dari program ini yaitu:
  • Jumlah konsumen yang mendatangi kafe
  • Jumlah pemesanan hidangan malam
  • Nilai publikasi media dari tempat tersebut
  • Penilaian dari segi konsumen seperti antusiasme dan persepsi terhadap usaha ini
Untuk operasionalnya, Café ini tidak dijalankan Cadbury secara langsung. Cadbury menggandeng mitra sebagai pihak yang menjalankan kegiatan sehari-hari café ini. Cadbury membayarkan biaya yang diperlukan untuk membiayai agar café dapat beroperasi dengan baik. Dengan hal ini Cadbury dapat fokus untuk mengontrol kualitas kafe tanpa harus mengurus rutinitas keseharian café ini. Perusahaan membuat kesepakatan dengan mitra tersebut mengenai kriteria penilaian kinerja agar dapat memenuhi tujuan yang dapat dipenuhi Cadbury.

Bila diperhatikan, konsep ini agak mirip dengan salah satu produsen es krim yang memutuskan untuk membuka kafe di mall-mall dan tempat strategis lainnya bukan? Langkah taktis ini dapat menjadi alternatif saat perusahaan berusaha untuk memberi pengalaman kepada konsumen dalam mengonsumsi produk sekaligus memperkuat persepsi konsumen mengenai unggulnya kualitas produk yang dimiliki.
Artikel ini diadaptasi dari The Times 100: Business Case Studies

No comments: