Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang
kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai
pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber
pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini,
Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan
kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus
pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.
Bagaimana bila perusahaan hendak pindah ke pasar yang lebih mewah
atau lebih canggih padahal sebelumnya belum pernah menangani atau
berpengalaman di pasar tersebut? Hal ini lah yang dicoba dilakukan
produsen pesawat Cessna pada sekitar tahun 1960-an. Pada masa itu,
Cessna dikenal sebagai produsen pesawat kecil yang sangat berhasil
bermesin dua dan dapat diandalkan. Pesawatnya telah banyak digunakan
oleh angkatan udara Amerika Serikat selama sekian lama.
Meskipun berhasil dan memiliki image yang sangat baik, Cessna dikenal
sebagai produsen pesawat kecil yang sering digunakan sebagai pesawat
latihan atau penggunaan personal. Cessna tidak begitu dikenal di
kalangan pasar bisnis sehingga tidak banyak orang yang memiliki persepsi
yang cukup mengenai merek ini.
Cessna merasa bahwa perusahaan memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai aspek psikologis dan perilaku pembelian konsumen kalangan
pebisnis. Di pasar ini seringkali pembelian barang didasarkan karena ego
dan emosi dari pembeli. Namun Cessna juga merasa perlu mendekati
kalangan influencer dari konsumen-konsumen jenis ini, yaitu para ahli
yang memiliki kapabilitas untuk mengevaluasi kinerja pesawat. Orang ini
bisa saja merupakan pilot perusahaan atau kepala departemen penerbangan
atau mereka yang dipercaya untuk melakukan perawatan pesawat. Berbeda
dengan konsumen pebisnis, orang-orang ini lebih memperhatikan aspek
teknis seperti biaya operasional, jarang, dan ongkos jalannya. Berbeda
lagi dengan penggunanya yang biasanya berasal dari jajaran direksi
perusahaan. Mereka lebih memperhatikan faktor seperti kenyamanan,
pembiayaan, dan alasan rasional pembelian. Meskipun seringkali CEO
berperan sebagai decision maker, CFO seringkali pihak yang dapat
membatalkan pembelian.
Cessna mempertimbangkan semua hal yang menjadi perhatian pada
stakeholder ini. Dalam membuat produknya, Cessna menawarkan sesuatu yang
berbeda kepada konsumen. Meskipun lebih lambat dari pesawat jet pada
umumnya, pesawat ini dapat mendarat di landasan yang lebih pendek
sehingga penumpang dapat menghampiri lebih banyak lokasi yang lebih
dekat pula dengan tujuan. Pesawat ini juga relative mudah diterbangkan
sehingga memberi kepercayaan diri pada pilot yang merasa kurang mampu
menangani pesawat jet. Pesawat juga dihargai dengan harga yang relatif
lebih murah dibanding pesawat di pasaran.
Setelah beberapa waktu Cessna berhasil di pasar ini dan menjadi
pemain dominan di kategori pesawat jet untuk kalangan pebisnis. Hal ini
sebagai wujud keberhasilan desain produk dan juga program iklan yang
menekankan aspek emosional dan menstimulasi testoteron melalui gambar
dan kata-kata sekaligus kombinasi dari aspek rasional seperti uang.
Untuk dapat melayani dengan baik, Cessna tidak pernah berhenti
mensurvei konsumennya. Selama puluhan tahun, Cessna selalu menanyakan
apakah produknya telah memenuhi kebutuhan konsumen. Bila menemukan gap,
Cessna segera melakukan perubahan produk atau model. Dengan ekspansi
yang dilakukan secara perlahan, Cessna dapat melakukan evolusi pada lini
produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan melakukan perbaikan
pada merk sehingga dapat memenuhi variasi produk dengan kemampuan yang
berbeda. Hasilnya personalitas merek yang menyediakan produk yang
sebenarnya tidak begitu trendi atau sangat mewah namun dapat membantu
pebisnis menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Cessna adalah salah satu
perusahaan yang sangat luar biasa dalam kasus memasuki pasar yang
berbeda dari operasional sebelumnya. Dalam tempo dua puluh tahun, mereka
berhasil memposisikan diri dari awalnya nol sampai dengan market leader
padahal bergerak di pasar yang sangat mementingkan merk.
Artikel ini diadaptasi dari buku The Case for B2B Branding karangan Bob Lamons
No comments:
Post a Comment