Friday, October 19, 2012

50. Volkswagen Menunjukkan Mimpi Tidak Selalu Sesuai dengan Kenyataan

vw 1024x642 50. Volkswagen Menunjukkan Mimpi Tidak Selalu Sesuai dengan Kenyataan
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan  100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Volkswagen adalah salah satu produsen mobil terbesar di dunia dan mereknya sendiri telah banyaki dikenal di banyak negara. Di beberapa pasar, Volkswagen bahkan memiliki pangsa pasar yang mendominasi pasar. Namun meskipun penguasaan pasar yang baik, Volkswagen menghadapi permasalahan yang cukup serius pada tahun 1990-an.

Selama beberapa tahun pada dekade 90-an, kondisi keuangan Volkswagen sangat tidak menentu. Sebagai gambaran pada tahun 1992, penjualan perusahaan sangat tinggi mencapai 3.5 juta unit, namun pada tahun 1993 perusahaan menderita kerugian sebesar 1.84 milyar mark Jerman pada unit bisnis di Spanyol. Dan padan tahun 1994, pendapatan perusahaan kembali meraih 150 juta mark pad penjualan. Setelah diamati, ditemukan bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol biayanya dengan baik.

Terlebih lagi setelah perusahaan melakukan benchmark Toyota dan Nissan. Dari segi operasional produksi ditemukan bahwa pabrik beroperasional dengan sangat tidak efisien. Untuk mencapai break even point, perusahaan harus mencapai 90 persen dari kapasitas produksi, sebagai perbandingan pabrik kompetitor lain di Eropa hanya perlu 70 persen kapasitas produksi untuk mencapai break even. Sementara itu kapasitas produksi mobil Jepang di Eropa terus meningkat mencapai 1 juta mobil.

Di sisi lain Volkwagen menghadapi permasalahan produksi pada pabrik-pabrik di negara dengan tenaga kerja berupah rendah seperti Portugal dan Mexico. Permasalahan kualitas menjadi isu utama dalam hal ini yang menganggu ketersediaan produk yang layak dipasarkan. Setelah ditelusuri, hal ini disebabkan oleh usaha desentralisasi tim manajemen puncak Volkswagen saat itu. Carl Hahn selaku direksi utama mengeluarkan investasi lebih dari 10 miliar dolar pada anak perusahaan Skoda dan SEAT. Sehingga masing-masing unit bisnis memiliki tim direksi sendiri-sendiri. Namun beberapa bagian seperti R&D perusahaan tetap berpusat di Jerman.

Untuk meningkatkan kinerja finansial, perusahaan berinvestasi besar dan berharap pada pertumbuhan pasar otomotif di Spanyol. Namun Volkswagen tidak mengantisipasi resesi global yang terjadi pada sekitar tahun 1993. Resesi ini berdampak besar pada industri otomotif di Eropa saat itu. Pada kuartal pertama 1993, penjualan Volkswagen turun sebesar 17 persen dan investasi besar yang telah dilakukan pun tidak memperoleh pengembalian yang baik. SEAT yang diharapkan dapat memberi kontribusi besar pada perusahaan malah menjadi sumber kerugian. Perusahaan terpaksa merumahkan beberapa ribu tenaga kerja. Hal ini pun memaksa VW meminta subsidi dari pemerintah Spanyol yang digunakan untuk merestrukturisasi usaha.

Hal ini memberikan beberapa pembelajaran untuk kita. Penjualan dan penguasaan pasar memang penting namun kita juga perlu memberi perhatian pada biaya dan kualitas produk perusahaan. Kualitas barang harus diimbangin dengan struktur biaya yang baik agar bisnis dapat berjalan secara sustainable. Selain itu, perusahaan juga sebaiknya selalu siap menghadapi situasi yang tidak dapat diduga. Perubahan lingkungan bisa datang dari mana saja mulai dari lingkungan internal perusahaan, mikro, maupun lingkungan makro.
Artikel ini diadaptasi dari buku Principles of Global Marketing karangan Warren J. Keegan dan Mark C. Green

No comments: