Saturday, October 20, 2012

26. Nafsu Chevrolet Merebut Pasar

Camaro2 26. Nafsu Chevrolet Merebut Pasar
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan  100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Masih ingat dengan Chevrolet? Pada beberapa dekade yang lalu, Chevrolet adalah produsen otomotif terbesar di Amerika. Pada tahun 1986, Chevrolet menjual 1,718, 839 unit. Chevrolet mencoba memanfaatkan kekuatan brand untuk mendorong penjualan dari produknya. Namun kini angka penjualan Chevrolet jauh di bawah merek-merek baik dari dunia barat maupun timur.

Mungkin bila Anda telah membaca artikel mengenai Levi’s yang melakukan ekspansi dengan cepat, Chevrolet juga melakukan tindakan yang mirip. Chevrolet mencoba menggunakan mereknya di semua lini produk yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan merek tidak menancap dengan kuat di benak konsumen. Meskipun dulunya merek telah memiliki pengaruh yang kuat, namun bila dilakukan pelebaran yang maksimal secara perlahan akan mengurangi pengaruh tersebut.

Pada waktu itu Chevrolet dihadapkan dua pilihan yaitu mencapai tujuan jangka panjang atau jangka pendek. Pada saat itu karena persaingan di antara produsen mobil mulai meruncing terutama dibarengi dengan manuver yang dilakukan oleh Ford, Chevrolet berusaha menjual produk sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan kekuatan merek. Hal ini cukup efektif untuk jangka pendek, angka penjualan terlihat meningkat. Namun untuk jangka panjang merek ini secara perlahan terlihat kabur di mata konsumen.

Beberapa perusahaan sering terjebak dengan paradigm ini. Banyak perusahaan yang mencoba menambah terus lini produk yang dimiliki dengan merek yang dimiliki. Tapi juga untuk meningkatkan market share. Sebetulnya hal ini dapat dilakukan bila perusahaan membuat arsitektur brand yang baik. Mulai dari merek utama sampai dengan sub brandnya. Sebagai contohnya saat itu:
  • Chevrolet sebagai merek utama dengan sub brand seperti: Camaro, Caprice, Cavalier, Corsica-Beretta, Corvette, Lumina, Malibu, Metro, Monte Carlo, dan Prizm
  • Pontiac sebagai merek utama dengan sub brand seperti Bonneville, Firebird, Grand Am, Grand Prix, dan Sunfire
  • Oldsmobile sebagai merek utama dengan Achieva, Aurora, Ciera, Cutlass Supreme, Intrigue, Eighty Eigh, dan Ninety Eight.
Sayangnya konsumen tidak melihat dengan cara ini. Dalam benak mereka, sebagian besar dari mereka mencoba mengasosiasikan hanya satu merek tidak peduli apakah itu merek utama ataupun sub brand. Akibatnya tidak ada konsistensi dari tiap merek. Atau bahkan dalam beberapa kasus, asosiasi antar merek menjadi terbalik satu sama lain. Atau dalam kasus lainnya konsumen menyingkat merk seperti Corvette menjadi Vette.

Chevrolet dan juga para pemasar seringkali lupa bahwa merek sebaiknya dirancang sesingkat mungkin, mudah diucapkan, dan mudah diingat. Pemasar juga sering beranggapan bahwa penjualan dipicu oleh merek perusahaan. Anggapannya salah satu alasan konsumen membeli barang karena merek terkenal. Hal itu memang berlaku namun perlu diingat merek juga dibangun berdasarkan penjualan di pasar. Hanya dengan penjualan yang baik, merek dapat dibangun dengan baik.  Sehingga perlu diingat kembali ketika perusahaan melakukan brand extension dengan menggunakan merek yang sama pada jenis produk yang lain. Perlu dipikirkan efek jangka pendek dan panjangnya.
Artikel ini diadaptasi dari buku 22 Immutable Laws of Branding karangan Al Ries dan Laura Ries

No comments: