Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang
kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai
pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber
pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini,
Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan
kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus
pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.
Masih ingat dengan Chevrolet? Pada beberapa dekade yang lalu,
Chevrolet adalah produsen otomotif terbesar di Amerika. Pada tahun 1986,
Chevrolet menjual 1,718, 839 unit. Chevrolet mencoba memanfaatkan
kekuatan brand untuk mendorong penjualan dari produknya. Namun kini
angka penjualan Chevrolet jauh di bawah merek-merek baik dari dunia
barat maupun timur.
Mungkin bila Anda telah membaca artikel mengenai Levi’s yang
melakukan ekspansi dengan cepat, Chevrolet juga melakukan tindakan yang
mirip. Chevrolet mencoba menggunakan mereknya di semua lini produk yang
dimiliki. Hal ini mengakibatkan merek tidak menancap dengan kuat di
benak konsumen. Meskipun dulunya merek telah memiliki pengaruh yang
kuat, namun bila dilakukan pelebaran yang maksimal secara perlahan akan
mengurangi pengaruh tersebut.
Pada waktu itu Chevrolet dihadapkan dua pilihan yaitu mencapai tujuan
jangka panjang atau jangka pendek. Pada saat itu karena persaingan di
antara produsen mobil mulai meruncing terutama dibarengi dengan manuver
yang dilakukan oleh Ford, Chevrolet berusaha menjual produk
sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan kekuatan merek. Hal ini cukup
efektif untuk jangka pendek, angka penjualan terlihat meningkat. Namun
untuk jangka panjang merek ini secara perlahan terlihat kabur di mata
konsumen.
Beberapa perusahaan sering terjebak dengan paradigm ini. Banyak
perusahaan yang mencoba menambah terus lini produk yang dimiliki dengan
merek yang dimiliki. Tapi juga untuk meningkatkan market share.
Sebetulnya hal ini dapat dilakukan bila perusahaan membuat arsitektur
brand yang baik. Mulai dari merek utama sampai dengan sub brandnya.
Sebagai contohnya saat itu:
- Chevrolet sebagai merek utama dengan sub brand seperti: Camaro, Caprice, Cavalier, Corsica-Beretta, Corvette, Lumina, Malibu, Metro, Monte Carlo, dan Prizm
- Pontiac sebagai merek utama dengan sub brand seperti Bonneville, Firebird, Grand Am, Grand Prix, dan Sunfire
- Oldsmobile sebagai merek utama dengan Achieva, Aurora, Ciera, Cutlass Supreme, Intrigue, Eighty Eigh, dan Ninety Eight.
Sayangnya konsumen tidak melihat dengan cara ini. Dalam benak mereka,
sebagian besar dari mereka mencoba mengasosiasikan hanya satu merek
tidak peduli apakah itu merek utama ataupun sub brand. Akibatnya tidak
ada konsistensi dari tiap merek. Atau bahkan dalam beberapa kasus,
asosiasi antar merek menjadi terbalik satu sama lain. Atau dalam kasus
lainnya konsumen menyingkat merk seperti Corvette menjadi Vette.
Chevrolet dan juga para pemasar seringkali lupa bahwa merek sebaiknya
dirancang sesingkat mungkin, mudah diucapkan, dan mudah diingat.
Pemasar juga sering beranggapan bahwa penjualan dipicu oleh merek
perusahaan. Anggapannya salah satu alasan konsumen membeli barang karena
merek terkenal. Hal itu memang berlaku namun perlu diingat merek juga
dibangun berdasarkan penjualan di pasar. Hanya dengan penjualan yang
baik, merek dapat dibangun dengan baik. Sehingga perlu diingat kembali
ketika perusahaan melakukan brand extension dengan menggunakan merek yang sama pada jenis produk yang lain. Perlu dipikirkan efek jangka pendek dan panjangnya.
Artikel ini diadaptasi dari buku 22 Immutable Laws of Branding karangan Al Ries dan Laura Ries
No comments:
Post a Comment