Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang
kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai
pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber
pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini,
Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan
kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus
pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.
elana jins sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Semua orang dari berbagai kalangan, dari berbagai umur, memakai celana
tipe ini di berbagai acara. Dari mana asal usulnya celana jins?
Kisah bermula dari tahun 1853, dimana Levi Strauss membuka toko
kelontong di San Francisco. Sebagian besar konsumen dari toko ini adalah
para penambang emas. Konsumennya ini sering mengeluhkan kualitas celana
mereka dari segi daya tahan. Banyak dari celananya yang tidak tahan
dipakai dalam keseharian pekerjaan mereka. Untuk mengatasi hal ini,
Strauss mencoba untuk membuat celana dari bahan jins dan mewarnainya
dengan warna biru.
Tahun 1873, Strauss memproduksi celana pertama dengan kode 501.
Celana ini disukai oleh konsumen dan dengan segera menjadi “seragam”
bagi pada penebang pohon, cowboy, pekerja rel kereta api, penambang
minyak, dan petani. Pada tahun 1950 an, celana ini menjadi tren di
kalangan anak muda dam pada tahun 1960 an perusahaan memperkenalkan
pakaian wanita dan melakukan ekspansi keluar negeri.
Levi’s kemudian melakukan kesalahan pertamanya. Pada saat itu,
perusahaan sedang berkembang dan mereka mulai melakukan diversifikasi
produk. Levis berubah menjadi produsen pakaian lengkap dan dengan cepat
kalah bersaing dengan produsen pakaian wanita lainnya. Untungnya,
meskipun Levis gagal di bisnis pakaian, produk jins nya terus mengalami
perkembangan. Puncaknya padah tahun 1981, Levis berhasil menjual 502
pasang jins hanya di pasar Amerika saja. Pasarnya pun meluas sehingga
menjangkau segmen pasar yang belum terjangkau sebelumnya.
Ternyata tidak lama kemudian, Levis menghadapi gempuran dari banyak
kompetitor. Beberapa desainer dan merek yang lebih terfokus mulai masuk
ke produk jins. Levi’s cukup kesulitan menghadapi persaingan ini.
Sebagai gambaran, pada tahun 1990, Levi’s memiliki pangsa pasar sebesar
48.2 persen dari pasar jins. Pada tahun 1998, pangsa pasar turun menjadi
25 persen.
Dalam kasus ini, Levi’s gagal untuk memanfaatkan posisinya sebagai
innovator sekaligus sebagai market leader industri. Mereka sempat
membuat kesalahan dengan masuk ke pasar yang baru, namun tidak mampu
berbuat banyak. Di kategori celana jins, Levi’s lengah dan terlalu
terburu-buru dalam mencoba terobosan produk namun gagal bila
dibandingkan pengembangan produk yang dilakukan kompetitor.
Bagaimana pun Levi’s Strauss telah berhasil membuat tren celana jins
yang banyak dikenal di berbagai negara. Tidak seperti Coca Cola, Levi’s
Strauss gagal mempertahankan posisi market leader di kategori produk
ini. Coca Cola juga pernah mengalami persaingan sengit dengan Pepsi
namun berhasil mempertahankan posisinya dengan cara kembali ke karakter
“original” mereka. Levi’s pun mengalami hal yang sama, namun
memberlakukan kesalahan strategi yang cukup signifikan
Artikel ini diadaptasi dari buku Big Brands Big Trouble karangan Jack Trout
No comments:
Post a Comment