Sunday, August 17, 2008

99. Arogansi Exxon yang Menghancurkan Dirinya

exxon1 1024x701 99. Arogansi Exxon yang Menghancurkan Dirinya
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Banyak perusahaan dan organisasi pernah mengalami masa krisis selama perjalanannya. Namun hanya sedikit sekali perusahaan yang tidak memiliki kompetensi dan tidak bertanggung jawab dapat melalui kejadian kritis dengan baik, salah satunya adalah Exxon. Pada tahun 1989, Exxon Valdez tanker minyak karam dan mulai menyebarkan minyaknya pada pantai di Alaska. Dalam waktu singkat, sebanyak 1.260.000 barel minyak membanjiri lautan dan menjadi peristiwa kebocoran minyak mentah terbesar di sepanjang sejarah Amerika.

Setelah ditelusuri, ternyata kapten dan wakil kapten kapal tidak dalam kondisi yang layak untuk menahkodai kapan tanker. Pertama, wakil kapten tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk menahkodai. Kedua, beberapa awak kapal termasuk kapten sedang dalam keadaan mabuk saat mengarahkn kapal.

Namun saat itu, Exxon tidak mengambil tindakan cepat untuk menanggulangi bencana ini. Sampai dengan lebih dari 24 jam pasca kejadian, Exxon tidak mengambil tindakan nyata untuk mencegah agar kontaminasi tidak menyebar ke wilayah lainnya. Dari segi publikasi, perusahaan juga tidak bersikap terbuka pada kalangan media. Saat beberapa media berusaha meminta keterangan dari perusahaan, Exxon selalu menghindar sementara itu minyak semakin menyebar tidak terkendali. Hal ini diperparah dengan buruknya cuaca saat itu ketika terjadi hujan yang besar dibarengi oleh angina yang kencang.

Seminggu setelah berlalu, bencana ini menarik Presiden Amerika saat itu. Presiden menyatakan bahwa bencana ini tergolong bencana nasional. Namun perusahaan tetap tidak melakukan usaha yang mencukupi dalam penanganan bencana. Jumpa pers yang dilakukan Exxon pun justru malah memperburuk image perusahaan di mata publik karena dalam siaran pers pihak perusahaan diserang habis oleh kalangan media, komunitas, dan penduduk lokal.

Komunitas lokal mengaku bahwa perusahaan telah memberikan janji akan membersihkan limbah yang mereka bocorkan dan menjaga kualitas hidup masyarakat sekitar. Akhirnya mereka kecewa dan memiliki persepsi buruk pada perusahaan. Usaha media untuk menggali informasi terus berlanjut. Pimpinan Exxon diundang pada satu acara bincang-bincang di televisi. Pada saat acara pimpinan tersebut terlihat gugup dan menolak untuk menjelaskan laporan yang diterimanya mengenai isu kebocoran minyak. Sebaliknya ia malah menyalahkan kalangan media yang terlalu melakukan pemberitaan berlebihan pada kejadian ini.

Kesalahan penanganan pada kejadian ini menyebabkan perusahan menderita kerugian dari dua sisi. Pertama adalah biaya yang besar (sebesar 7 miliar dolar) termasuk biaya pembersihan dan juga hancurnya reputasi perusahaan karena kesalahan dalam penanganan bencana. Akibat kejadian ini, Exxon jatuh dari urutan pertama menjadi urutan ketiga pada perusahaan yang beroperasi di industri minyak. Kejadian ini menjadi simbol arogansi perusahaan dan cerita ini terus diperbincangkan selama setahun penuh. Menurut survey yang dilakukan pada tahun 1990-an, 65 persen responden menyatakan bahwa kebocoran minyak ini adalah elemen penting dalam menaikan kesadaran public mengenai isu lingkungan.

Dalam kasus ini setidaknya terdapat dua isu penting yang dapat kita pelajari. Pertama sangat penting bagi perusahaan untuk memenuhi janji yang telah disampaikan. Hal ini sangat penting untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder terutama dalam memupuk rasa kepercayaan. Kedua, bertindak sebagaimana perusahaan yang baik dan berkontribusi pada lingkungannya.
Artikel ini diadaptasi dari buku Brand Failures karangan Matt Haig

98. Kesulitan Pepsi dalam Menentukan Diferensiasi

pepsi 98. Kesulitan Pepsi dalam Menentukan Diferensiasi
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Pertempuran Pepsi dengan Coca Cola memang tidak ada habisnya, ada begitu banyak babak dan front pertempuran di berbagai negara. Pada tulisan kali ini, kita akan membahas salah satu bab di antaranya. Pada tahun 1992, Pepsi menemukan bahwa ada gap di pasar. Menurut Pepsi konsumen saat itu membutuhkan jenis minuman Cola yang jernih. Setelah mengeluarkan berbagai macam produk seperti diet cola, cherry cola, cola bebas gula, cola bebas kafein, perusahaan berusaha mengeluarkan produk yang satu ini.

Setelah beberapa bulan melakukan tes dan eksperimen perusahaan memiliki formula minuman terbaru yang dinamakan Crystal Pepsi dan secara bersamaan juga mengeluarkan produk Diet Crystal Pepsi. Saat itu perusahaan memiliki keyakinan bahwa kedua produk ini menjadi jawaban kebutuhan konsumen saat itu. Produk ini menawarkan cola buatan Pepsi yang paling murni. Namun yang menjadi permasalahan ini di sini, konsumen sebenarnya tidak mengetahui bagaimana rasa Pepsi Cola sebenarnya mereka agak bingung ketika dihadirkan cola yang “murni”.

Produk tersebut gagal setelah diluncurkan, kemudian setahun kemudian perusahaan meluncurkan produk formula baru yang agak mirip. Pada tahun 1994, Pepsi melakukan beberapa pembenahan dan meluncurkan kembali produk dengan brand “Crystal” saja. Namun konsumen menyadari bahwa produk tersebut tidak mengalami banyak perubahan dan persepsi tidak populer dari produk terdahulu masih menempel pada produk baru ini.

Di saat yang sama, secara keseluruhan Pepsi masih mengalami kesulitan mendiferensiasikan dirinya dengan Coca Cola. Kesulitannya semakin terlihat ketika Coca Cola telah berhasil menjadi merek yang sangat terkenal. Di beberapa negara, Coca Cola menjadi merek generic untuk produk kategori ini. Pepsi telah melakukan berbagai macam cara untuk memberikan faktor diferensiasi yang signifikan namun nampaknya tetap belum dapat memberikan perlawanan yang baik pada Coca Cola.

Kesulitan ini sebenarnya bermulai dari pemilihan warna dominan pada produk. Cola memiliki karakteristik sebagai minuman berwarna kecoklatan yang memang pantas bila dikombinasikan dengan warna merah. Hal inilah yang menjadi alasan Coca Cola selalu mengandalkan warna ini dalam berbagai promosi perusahaan selama lebih dari seratus tahun lamanya.

Pepsi Cola memang telah telanjur salah menentukan warna dalam produk. Pepsi menggunakan warna merah dan biru, merah sebagai simbol bahwa produk adalah minuman cola dan biru sebagai faktor yang mendiferensiasikan dirinya dengan Coca Cola. Selama bertahun-tahun Pepsi terus mengalami kesulitan dalam kebijakan penentuan warna untuk menghadapi persaingan dengan Coca Cola. Sampai pada akhirnya Pepsi mengorbankan warna merah dalam produk sehingga posisi saat ini Coca Cola identik dengan warna merah sementara Pepsi didominasi warna biru.
Artikel ini diadaptasi dari buku Brand Failures karangan Matt Haig

90. Nike yang Menggabungkan Dunia Fashion, Olahraga, dan Gaya Hidup

nike 90. Nike yang Menggabungkan Dunia Fashion, Olahraga, dan Gaya Hidup
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan  100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Pada marketing stories beberapa waktu yang lalu, fokus cerita pada saat Nike membangun brandnya pada era 1970 sampai dengan 1980-an. Kini menarik bila kita memperhatikan langkah yang diambil Nike pada masa 1990-an. Pada saat itu Nike memperkenalkan citra perusahaan yang memiliki sikap dan kepribadian. Pada masa ini Nike membantu kalangan pemasaran dengan mengenalkan bahwa perusahaan juga mungkin saja memiliki “attitude”.

Pada saat itu Nike berusaha menargetkan konsumen generasi X (kebanyakan dari mereka akan berumur hampir 20 tahun pada tahun 1990). Karakter generasi ini cenderung lebih pemberontak dan lebih berani bersikap pada orang tuanya. Setiap generasi biasanya mencari sesuatu yang dapat dijadikaan identitas atau ciri generasinya seperti gaya rambut, potongan pakaian, dan berbagai aksesoris. Nike berusaha menjadi simbol dan mempromosikan produknya agar dapat dipakai oleh generasi muda saat itu.

Nike mengkomunikasikan produknya dengan cara yang tidak biasa. Sepatu lari menjadi simbol pemberontakan dan individualitas. Nike mencoba menciptakan citra tersebut dan dengan harga premium. Melalui endorsement Michael Jordan, Nike berusaha untuk menghubungkan antara olahraga, fashion, dan gaya hidup. Melalui iklan televisinya, Nike pun berusaha menyediakan image Nike yang jelas, identitas menarik namun tetap menunjukan unsur olahraganya.

Dalam kampanye promosinya, Nike berusaha untuk membuat semua materi promosi mulai dari gambar, slogan dan lainnya dengan cara yang kontradiktif. Sebagai contoh salah satu iklannya yang menampakkan wanita muda yang sedang berolahraga dan membawa headline “Just become you’re a nice girl doesn’t mean you can’t have evil legs.” Kampanye lainnya yang mengusung tema cukup aneh seperti “Just do it” dan “Bo knows..”  Kampanye ini mengembangkan reputasi Nike di mata konsumen.

Program-program promosi yang menarik ini cukup membantu kinerja perusahaan. Buktinya Nike berhasil menjadi market leader di industri. Kompetitor seperti Reebok, Adidas, dan perusahaan lainnya memang mengambil positioning sebagai produsen sepatu yang kontemporer dan stylish dengan kinerja yang sangat baik. Namun Nike dapat melakukannya dengan lebih baik lagi. Keberhasilan menggaet atlet-atlet ternama menjadi nilai tambah tersendiri bagi perusahaan. Nama dan citra perusahaan terus meningkat seiring dengan menanjaknya prestasi atlet tersebut. Agar dapat menghadirkan iklan  yang menarik dan kontroversial, Nike menggunakan sutradara dan berbagai tenaga pendukung yang memiliki karakter yang sesuai. Hingga saat ini, Nike seringkali membuat media promosi yang tidak biasa dan menarik perhatian banyak orang.
Artikel ini diadaptasi dari buku Reputation Marketing karangan Joe Marconi

100. Levi’s yang Tidak Fokus Menggarap Produk

levis latte 100. Levis yang Tidak Fokus Menggarap Produk
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Levi’s tidak diragukan lagi merupakan merk klasik yang banyak dikenal di berbagai negara. Pada 100 classic marketing, pun penulis telah membahas mengenai perkembangan merek yang satu ini mulai dari awal sampai dengan keberhasilannya. Pada tulisan kali ini, kita akan membahas perkembangan selanjutnya dari merk jeans paling terkenal di dunia ini. Rahasia kesuksesan merek ini adalah kemampuan perusahaan untuk produksi masal sekaligus unik secara bersamaan. Tidak ada merek lain yang populer di berbagai kalangan (Presiden Amerika juga mengenakan merek ini) namun juga berhasil mempertahankan jiwa pemberontakan, revolusi, dan melawan budaya. Levi’s menjadi gabungan antra fashion dan anti fashion.

Namun merek ini mengalami masa sulit yang cukup membahayakan perusahaan. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan produk dari 7.9 milliar dolar Amerika pada tahun 1996 menjadi 4.3 juta dollar di tahun 2001. Perusahaan berusaha untuk mengembangkan produk dengan lebih luas lagi. Mereka mengeluarkan sub brand “Silvertab” dan juga membuat lini produk baru yang ditandai oleh tanda warna oranye. Namun hal ini mendapat respon negatif di kalangan kritikus karena dianggap dapat merusak image produk. Selain itu, Levi’s juga kurang dapat menahan perkembangan beberapa merk jeans yang dibuat oleh desainer seperti Calvin Klein, Diesel, dan Tommy Hilfiger. Levi’s hanya merespon situasi persaingan ini dengan menghadapi kompetisi menggunakan inovasi seadanya dengan merek yang sama. Padahal situasi saat itu merek sedang menghadapi permasalahan serius.

Ancaman tidak hanya berasal dari lingkungan luar tapi juga dari internal organisasi. Levi’s mencoba tampil sebagai merek yang inovatif dan bergaya muda dengan mengeluarkan beberapa model yang cukup stylish. Namun perusahaan sedang menghadapi fenomena “the law of diminishing return” dimana pengeluaran pemasaran terus berkembang sementara nilai brand itu sendiri mengalami penurunan. Melalui riset independen juga ditemukan bahwa merek Levi’s ini gagal berada pada 75 merek teratas dalam Interbrand 2000 Brand Valuation Survey.
Beberapa pengamat memiliki pendapat bahwa Levi’s sebaiknya memfokuskan diri menggarap pasar tertentu dan menahan diri untuk mengambil semua pasar dengan begitu banyak varian produk seperti apa yang dilakukan saat ini. Perusahaan terlalu berambisi menyediakan semua varian produk sehingga kehilangan ciri khas yang dimiliki. Dengan memfokuskan diri menggarap suatu jenis produk, Levi’s dapat membangun image perusahaan dengan lebih baik lagi.

Dari kasus ini kita belajar bahwa dalam mengembangkan usaha sebaiknya usaha intensifikasi usaha menjadi pilihan pertama dibandingkan mencoba membuat produk lain dengan merek yang sama. Al Ries juga pernah mengeluarkan pernyataan “In the long term, expanding your brand will diminish your power and weaken your image.” Selain itu perusahaan juga sebaiknya memfokuskan diri pada kekuatan yang dimilki agar dapat memberikan hasil maksimal. Jangan abaikan penanganan pada merek asli perusahaan yang biasanya mendongkrak kinerja perusahaan sejak awal berdiri karena biasanya merek ini telah memiliki pelanggan setia.
Artikel ini diadaptasi dari buku  Brand Failures karangan Matt Haig

94. Ovaltine: Ketidaksadaran akan Perubahan Perilaku Konsumen

ovaltine 686x1024 94. Ovaltine: Ketidaksadaran akan Perubahan Perilaku Konsumen
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Pada tahun 2002, saat itu Ovaltine sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 98. Pada tahun yang sama, perusahaan menutup pabrik di Inggris dan terpaksa untuk mengakui bahwa Ovaltine kehilangan pangsa pasar utamanya. Perusahaan berusaha keras memicu penjualan dengan berbagai cara bahkan dengan diskon besar pada produk namun nampaknya tidak banyak pembeli yang tertarik.

Produk ini pertama kali diproduksi oleh Perusahaan asal Swiss pada tahun 1904. Tidak lama setelah produksi pertamanya, minuman ini segera menjadi minuman favorit di Inggris yang sering dikonsumsi sebelum tidur. Walaupun terkenal akan minuman sebelum tidur, Ovaltine sebenarnya ditujukan sebagai minuman yang disantap di pagi hari. Ovaltine menjadi sponsor resmi pada Olimpiade tahun 1948 dan dikenal sebagai minuman berenergi (istilah ini baru kita biasa pakai bertahun-tahun kemudian). Merk perusahaan kembali terangkat pada tahun 1953 yang digunakan Sir Edmund Hillary dalam pendakian Gunung Everestnya yang terkenal. Minuman ini bahkan dirumorkan dapat mengobati impotensi, puluhan tahun sebelum Viagra dipasarkan.

Menariknya produk ini mengalami pergantian image dan menjadi populer sebagai “obat” insomnia, obat penguat untuk atlet, dan beberapa fungsi lainnya. Ovaltine menikmati masa ini karena ada begitu banyak orang tua yang memiliki kebiasaan untuk minum produk ini sebelum tidur. Kebiasaan ini tidak terpisahkan dari kehidupan konsumen selama beberapa tahun.

Namun sayangnya Ovaltine kurang mencermati konsumen generasi berikutnya. Kalangan muda saat itu memiliki pola hidup yang berbeda bila dibandingkan dengan orang tuanya. Jam kerja kalangan muda ini lebih lama, kegiatan hariannya lebih melelahkan, transportasi yang lebih padat sehingga semakin banyak waktu yang dihabiskan di jalan, dll. Untuk kegiatan sebelum tidur, kalangan muda ini lebih senang untuk mengonsumsi anggur atau menonton acara televisi sampai terlelap.

Ovaltine menyadari hal ini setelah perusahaan mengalami penurunan penjualan produk secara bertahap. Sebagai langkah antisipasi awal, perusahaan mengeluarkan beberapa produk yang ditujukan pada kalangan muda dan bahkan usia kecil. Mereka berusaha mengenalkan produk pada konsumen generasi berikutnya dan berharap proses regenerasi konsumen ini berjalan dengan baik. Tentunya sebetulnya hal ini dapat diminimalisasi perusahaan bila dapat memantau perilaku konsumen secara berkala.
Artikel ini diadaptasi dari brand failures karangan matt haig

93. Guinness yang Merangkul Komunitas Sepanjang Hidupnya

guiness 1024x614 93. Guinness yang Merangkul Komunitas Sepanjang Hidupnya
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Guinness telah beroperasi lebih dari 253 tahun di industri minuman bir. Bir ini telah berhasil  mengembangkan merek yang menarik bagi konsumen, pegawai-pegawai, dan komunitas. Bagaimana Guinness melakukan penyegaran agar stakeholder terkait tidak jenuh dengan merek perusahaan?

Secara berulang kali, Guinness berhasil melakukan regenerasi pada konsumen-konsumen dari berbagai zaman. Mereka telah beberapa kali menghadapi kalangan muda yang skeptis dan takut dianggap sebagai orang yang “ketinggalan zaman”. Hal ini dihadapi perusahaan ketika membangun Guiness Storehouse di akhir tahun 2000. Di lokasi ini, perusahaan menjelaskan proses produksi dan sejarah perjalanan perusahaan. Selain itu di lokasi ini Guiness memiliki ruang pertemuan, pusat pelatihan untuk karyawan, galeri seni, restaurant, kafe, bar, dan lainnya. Tempat ini juga menjadi salah satu tempat wisata yang dapat menarik wisatawan mancanegara.

Guinness adalah salah satu merek yang dibangun kalangan komunitas. Minuman ini sering hadir di banyak tempat dimana orang berkumpul. Dengan mengonsumsi produk ini, orang-orang bertemu dan saling berbagi cerita satu sama lain. Dan sebagaimana yang kita tahu aktivitas berkumpul anak muda jauh lebih intens bila dibandingkan dengan kalangan lain. Storehouse menjadi wujud tantangan pemasaran perusahaan dimana mereka berusaha untuk menghubungkan antar kalangan muda di Irlandia pada khususnya. Tempat ini juga secara sengaja dibuat untuk menarik kumpulan orang melalui berbagai acara seperti penghargaan, konser, pesta perusahaan, fashion show, pameran seni dan lainnya. Bila berjalan dengan baik, tempat ini menjadi tempat berkumpulnya berbagai komunitas.

Beberapa waktu kemudian Guinness Storehouse menjadi tempat tujuan favorit bagi wisatawan. Pada tahun 2002, tercatat tempat ini berhasil menarik lebih dari 570 ribu turis dan berhasil menyelenggarakan 45 ribu orang pada berbagai acara spesial. Namun Guinness tidak puas sampai di sini, perusahaan terus mengembangkan berusaha memperbaiki segala aspek dalam tempat ini agar lebih menarik perhatian turis lebih banyak lagi. Tempat ini terus berevolusi mengikuti perkembangan terbaru dari kalangan muda dari masa ke masa.

Dengan usaha ini, perusahaan berhasil menyegarkan image perusahaan dengan mengenalkan produk perusahaan kepada kalangan muda sekaligus memberikan ingatan ingatan nostalgia pada kalangan yang lebih berumur. Karena perusahaan ini hidup dengan membangun komunitas, maka tempat ini menjadi semacam icon perusahaan untuk menarik komunitas agar berkumpul di tempat tersebut. Dan di era New Wave Marketing, komunitas adalah salah satu elemen penting yang tidak boleh diabaikan.
Artikel ini diadaptasi dari Fast Companies

91. Pemasaran Produk Epson Lewat Dunia Golf

epson 1024x682 91. Pemasaran Produk Epson Lewat Dunia Golf
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Kasus ini terjadi sekitar pertengahan sampai akhir 1980-an. Epson adalah merek sangat terkenal di dunia printer terutama melalui produknya printer dot matrix. Epson menjadi market leader selama bertahun-tahun dan telah membuktikan kualitasnya menjadi yang terbaik di kelasnya. Namun hal ini tidak menghentikan ambisi Epson dalam melakukan pengembangan usaha. Pada tahun 1987, perusahaan berusaha untuk melakukan ekpansi pada kategori produk baru yaitu komputer personal. Mereka meyakini bahwa mereka dapat memanfaatkan brand image-nya dalam merambah produk pasar yang baru. Agar dapat berhasil tentu Epson harus dapat melakukan program pemasaran yang dapat memberikan hasil terbaik.

Epson membuat perancangan tujuan yang hendak dicapai yaitu berusaha membangun brand awareness antara konsumen dan konsumen perusahaan, membuat image Epson sebagai produsen komputer yang profesional, dan membuat produk berkualitas baik. Sebagai sarana untuk membangun citra dan awareness, Epson mendekati para olahragawan elit khususnya pegolf. Epson memilih olahraga golf dengan beberapa alasan seperti: adanya kecocokan demografi dimana sebagian penggemar golf adalah konsumen dari Epson, selain itu aktivitas bermain golf seringkali dapat dimanfaatkan untuk menemui pebisnis di luar kantor, dan even golf pun sering diselenggarakan dengan sangat memanjakan para pesertanya sehingga hal ini dapat merepresentasikan tingkat pelayanan yang dimiliki perusahaan.

Strategi yang diambil ini kemudian dituangkan dalam bentuk langkah taktis seperti sponsorship pada PGA Tour, sponsorship pada event-event yang terkait dengan olahraga golf, dan turnamen-turnamen lokal di beberapa daerah. Selain itu Epson juga menggandeng Greg Norman, seorang pegolf profesional yang dinamis dan sukses di kompetisi global. Norman dihadirkan dalam iklan perusahaan pada iklan cetak dan iklan video. Ia juga beberapa kali bertemu dan berbincang dengan karyawan perusahaan dan konsumen pada acara turnamen yang disponsori Epson.

Program promosi pada dunia golf menjadi fokus kegiatan promosi perusahaan selama tiga tahun. Hasilnya penjualan Epson mengalami kenaikan sebesar 500 persen dari senilai 200 juta dollar di tahun 1987 menjadi lebih dari 1 miliar pada tahun 1990-an. Nilai positif lainnya adalah komponen dari public relation yang dapat memberikan kesan pada lebih dari 10 juta konsumen setiap tahunnya, hasil ini menunjukkan bahwa Epson berhasil mencapai tujuan yang hendak dicapai pada aspek marketing dan komunikasinya.
Artikel ini diadaptasi dari buku The Handbook of Strategic Public Relations & Integrated Communications karangan Clarke L. Caywood

95. Planet Hollywood yang Lupa Jati Dirinya

planet hollywood 1024x664 95. Planet Hollywood yang Lupa Jati Dirinya
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Beberapa puluh tahun terakhir ini kita sering melihat perusahaan menggandeng artis untuk meningkatkan image perusahaan atau juga mendongkrak pembelian. Contohnya ketika serial Oprah masih tayang, setiap buku yang sempat dibicarakan dalam acara tersebut hampir dapat dipastikan akan menjadi best seller. Beberapa merek mendapat bantuan dari para pendirinya yang merupakan selebritis atau sosialita sebagai contoh merek Virgin yang banyak sekali terbantu Richard Branson. Contoh lainnya merek produk yang dikondisikan agar memiliki asosiasi yang kuat dengan artis-artis tertentu seperti berupa gambar, tulisan, dan lain-lain. Biasanya merk –merk itu mengalami keberhasilan kecuali artis yang diendorse mengalami masalah namun lain halnya seperti yang dialami oleh Planet Hollywood.

Planet Hollywood memiliki beberapa investor dari kalangan selebritis ternama seperti Bruce Willis, Demi Moore, Whoppie Goldberg, Arnold Swarzenegger, dan Sylvester Stallone. Tempat ini dipromosikan dengan besar ketika peluncuran pertamakalinya pada tahun 1991. Dengan cepat perusahaan melakukan ekspansi secara cepat dan dengan segera berjumlah 80 unit di seluruh dunia. Namun pada tahun 1999 perusahaan mengalami kebangkrutan dan sejumlah cabang restaurant ini dikabarkan ditutup.

Planet Hollywood terus mengalami penurunan konsumen dan hanya dapat mempertahankan beberapa cabang di lokasi-lokasi restauran pertama kali berdiri. Agar dapat bertahan, perusahaan memperoleh suntikan dana dari investor asal Arab Saudi. Bagaimana tempat makan ternama ini hancur dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun?

Isu pertama, perusahaan melakukan ekspansi terlalu cepat tanpa perencanaan yang matang. Planet Hollywood terus bernafsu melakukan ekspansi meskipun saat itu perusahaan belum mendapat keuntungan secara operasional. Hal ini juga terlihat dari rencana awal perusahaan yang berambisi membuka 300 cabang pada tahun 2003.

Faktor lainnya dari segi makanan. Kebanyakan orang makan di luar karena makanan yang enak, namun sayangnya Planet Hollywood tidak pernah mempromosikan hal ini pada bisnisnya. Untuk mencapai kesuksesan jangka panjang, restauran harus memiliki keunggulan pada makanan dan minumannya. Bahkan McDonald’s juga menonjolkan makanannya meskipun mereka sebenarnya lebih unggul dari segi harga produk dan kenyamanan tempatnya dibanding rasanya.

Akhirnya Planet Hollywood hany berhasil menarik pengunjung yang datang hanya untuk melihat-lihat. Perusahaan memang berhasil menciptakan tempat tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi karena menyajikan suasana dan barang-barang menarik seputar dunia selebritis. Namun sayangnya hal ini gagal mendongkrak penjualan produk makanan dan minumannya.

Dari kasus ini kita memperoleh beberapa pembelajaran. Pertama, unsur selebritis tidak menjamin kesuksesan bisnis, kesuksesan usaha tetap ditentukan oleh strategi, kebijakan, dan langkah yang diambil bukan hanya menebeng ketenaran artis. Kedua word of mouth kembali terbukti dapat mendongkrak kepopuleran usaha, nama Planet Hollywood juga terdongkrak karena aktivitas ini. Tema atau image yang dibangun harus sesuai dengan value utama yang dibawa bisnis. Bila usaha termasuk dunia kuliner makan nilai yang ditonjolkan tentu makanan dan minuman, bila usaha bergerak di bidang hiburan tentu unsur tersebut yang ditonjolkan
Artikel ini diadaptasi dari buku Brand Failures karangan Matt Haig

89. Krisis Identitas yang Dialami American Express

American Express office in Rome 1024x768 89. Krisis Identitas yang Dialami American Express
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

American Express adalah lembaga institusi keuangan yang tidak hanya dikenal di Amerika namun di banyak negara di berbagai benua. American Express pernah menyatakan dirinya memiliki kinerja terbaik di industri dan berhasil menyediakan pelayanan di berbagai produknya mulai dari obligasi berjangka sampai dengan berbagai bentuk pendanaan. Dalam beberapa waktu terakhir American Express berhasil mengakuisisi beberapa lembaga keuangan terkenal seperti perusahaan broker Shearson Hayden Stone dan perushaan investasi seperti Lehmann Brothers, dan perusahaan multi finance IDS.

Semuanya nampak  baik sampai saat diketahui permasalahan disadari terdapat permasalahan pada titik strategis perusahaan. Sebelumnya perusahaan memiliki kebiasaan mengakuisisi perusahaan lalu melakukan membrandingkannya sebagai American Express, setelah kuat perusahaan ini diberi nama asal dan kemudian dilakukan merger dengan perusahaan induk.

Kompetitor perusahaan , Visa melakukan program co-branding dengan United Airlines dan program ini cukup berhasil di pasar. Namun ketika ditawari kerja sama dengan American Airlines, American Express menolak dengan arogan. American Airlines kemudian mencoba mengajukan proposal ini kepada Citibank dan disambut dengan antusias. Di kemudian hari program ini berjalan sangat baik bahkan beberapa pengamat mengatakan produk ini menjadi produk paling berhasil dan menguntungkan di industri.

Meskipun brandnya banyak dikenal, American Express mengalami krisis identitas karena tidak banyak konsumen yang sebenarnya mengetahui letak kekuatan dan point menarik dari perusahaan. American Express memang mengembangkan bisnisnya melalui program iklan akuisisi pada badan-badan terkemuka. Namun pemakaian media iklan yang tidak dimanfaatkan dengan baik ini juga yang mengakibatkan perusahaan tidak mencapai hasil yang maksimal.

Perusahaan memang mengeluarkan uang puluhan juta dollar dengan mengadakan promosi seperti mengadakan acara hiburan, bintang olahraga, konser, dan sporsorship event. Kepada khalayak publik umum, perusahaan memang banyak dikenal orang. Perusahaan dipersepsikan sebagai badan financial yang sangat besar. Namun dalam industri dan pengamat, banyak pihak yang tidak mengetahui kemana arah yang hendak dituju perusahaan. Sebagai contoh perusahaan memiliki lima program kartu kredit yang antara satu sama lainnya saling melakukan kanibalisasi.

Untuk memperbaikinya, perusahaan sebaiknya belajar untuk berbicara dengan satu suara sama dari sumber yang sama. Sepuluh program kartu kredit yang dimiliki perusahaan sebaiknya dikomunikasikan dengan berbeda dan dapat dipersepsikan dengan jelas oleh konsumen. Saat menghadapi kasus ini American Express dipandang memiliki beberapa muka. Satu muka mencerminkan kebaikan dan keunggulan organisasi, muka lainnya menjunjukan keburukan yang dimiliki perusahaan.
Artikel ini diadaptasid dari buku Reputation Marketing karangan Joe Marconi

88. Kekeliruan GAP dalam Promosi Produk

gap 1024x696 88. Kekeliruan GAP dalam Promosi Produk
Seiring dengan perjalanan waktu banyak pengalaman dan cerita yang kita temui. Pengalaman yang baik akan menjadi sumber motivasi sebagai pendorong menjadi lebih baik. Pengalaman yang buruk menjadi sumber pembelajaran dan perbaikan dari situasi saat ini. Dalam kesempatan ini, Marketeers membagikan 100 Classic Marketing Stories sebagai sumbangan kecil pada dunia bisnis saat ini. Inilah kumpulan dari 100 kasus pemasaran menarik yang pernah terjadi sepanjang masa.

Sampai dengan sekitar tahun 1996 GAP telah dikenal sebagai salah satu peritel pakaian yang cukup terkenal dengan produk jin dan T-shirtsnya untuk kalangan remaja. Perusahaan memiliki kinerja yang baik sekali dengan produknya ini. Namun sayangnya biar bagaimana pun kalangan remaja ini akan selalu tumbuh dan melalui fase ini sehingga cepat atau lambat mereka tidak lagi menjadi konsumen GAP.

Menyadari hal ini, GAP berusaha untuk mengisi segmen pasar yang belum digarap perusahaan selagi peluang masih dapat diambil. Perusahaan kemudian meluncurkan merek kedua yaitu Banana Republic yang menyediakan pakaian dan aksesoris yang lebih stylish. GAP juga meluncurkan merk Old Navy bagi konsumen yang lebih mengutamakan value sehingga produk memiliki harga yang terjangkau. Kedua merek ini memiliki kinerja baik dan keberhasilan ini menjadi bukti dimana perusahaan memiliki marketing intelligence yang mumpuni. Hal ini tentu memuaskan baik dari segi konsumen maupun investor.

Pada tahun 1996, setelah absen selama 6 tahun di dunia periklanan, perusahaan mengeluarkan iklan yang populer di kalangan konsumen. Kampanye iklan ini dinamakan “Khakis Swing”yang menunjukan dua puluh dancer melakukan tarian menggunakan celana warna khaki yang dipadukan dengan kaos Gap berwarna hitam. Dipadu dengan lagu era 1956, iklan ini menarik perhatian konsumen usia 40 an. Dan secara cepat menanamkan citra kuat di benak konsumen. Iklan ini juga berhasil mendongkrak image, penjualan, dan harga saham GAP.

Namun di saat yang sama, Merk perusahaan lainnya Old Navy mengangkat tema yang ditujukan pada kalangan muda pada iklan-iklan televisinya. Penjualan Old Navy mengalami peningkatan cukup signifikan dan di sisi lain penjualan GAP mengalami perlambatan pertumbuhan. Tidak beberapa lama kemudian petinggi-petinggi GAP dikeluarkan. Banyak pengamat menyatakan bahwa kinerja Old Navy yang semakin membaik malah mengancam keberadaan merk induknya. Hal ini cukup meresahkan para pemegang saham saat itu.

Nampaknya perusahaan telah melakukan diversifikasi produk yang tidak tepat. Praktek kanibalisasi terus terjadi antar merek dalam GAP. Ketidakjelasan positioning ini juga merusak image perusahaan secara keseluruhan. Penurunan dan perlambatan total penjualan dari GAP tidak mengimbangi biaya yang dikeluarkan untuk promosi. Perusahaan pun mengambil langkah untuk mengurangi budget promosi baik pada iklan televisi dan juga promosi dalam toko.

GAP melakukan blunder dengan kebijakan ini. Di saat terjadi penurunan atau perlambatan pertumbuhan penjualan, GAP justru membutuhkan usaha promosi yang dapat menanamkan citra kuat pada benak konsumen. Promosi yang baik akan dapat menarik konsumen ke toko sekaligus membantu peningkatan kepuasan konsumen. Promosi yang baik ini bukan berarti jenis promosi yang memenangkan penghargaan tapi cuku menarik dan dapat menanamkan citra baik perusahaan. Mungkin akan berbeda bila saat itu GAP menentukan positioning yang tegas dan mengkomunikasikannya pada program promosi perusahaan.
Artikel ini diadaptasi dari buku Reputation Marketing karangan Joe Marconi